A. PENDAHULUAN
Kemegahan peradaban Islam, antara pertengahan abad 8 hingga permulaan abad 12 Masehi, telah mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu ilmu pengetahuan dan kebudayaan berkembang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan perdaban ini dipelopori oleh kedua Daulah Islam; Daulah Islam di Timur (Abbasyiyah) yang berpusat di Baghdat maupun Daulah Islam di Barat (Umayyah) yang berpusat di Cordoba. Philip K. Hitti melukiskan keduanya sebagai “Mutiara Dunia”. Pada masa itu peradaban Islam sangat unggul dan berpengaruh terhadap peradaban-peradaban negara lain. Sehingga tidak mengherankan kemajuan yang dicapai umat Islam kala itu menjadi barometer dan ukuran kemoderenan bagi bangsa-bangsa terutama di Eropa.
Kemegahan peradaban Islam, antara pertengahan abad 8 hingga permulaan abad 12 Masehi, telah mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu ilmu pengetahuan dan kebudayaan berkembang sangat pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan perdaban ini dipelopori oleh kedua Daulah Islam; Daulah Islam di Timur (Abbasyiyah) yang berpusat di Baghdat maupun Daulah Islam di Barat (Umayyah) yang berpusat di Cordoba. Philip K. Hitti melukiskan keduanya sebagai “Mutiara Dunia”. Pada masa itu peradaban Islam sangat unggul dan berpengaruh terhadap peradaban-peradaban negara lain. Sehingga tidak mengherankan kemajuan yang dicapai umat Islam kala itu menjadi barometer dan ukuran kemoderenan bagi bangsa-bangsa terutama di Eropa.
Untuk
tidak bermaksud bernostalgia, bahwa pada zaman keemasan (golden age) dan
kemegahannya, umat Islam pernah berperan sebagai bangsa kreator, invetor dan
inovator besar yang handal, dimana jasa dan keunggulannya dipakai sebagai
dasar-dasar kemajuan yang terjadi di Barat. Kenyataan sejarah yang tidak dapat
dibantah bahwa Barat berutang budi pada perdaban Islam. Kemajuan Barat yang
spektakuler saat sekarang ini tidak terlepas dari tranformasi peradaban Islam
oleh Barat pasca-abad pertengahan.
Dalam
makalah ini penulis mencoba menjelaskan berapa besar peranan yang dimainkan
umat Islam dalam menghantarkan kebudayaan Islam kedunia Eropa yang menjadikan
mereka ketingkat peradaban yang maju.
B.
KEUNGGULAN
SARJANA ISLAM
Semangat
agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan, terekspresi pada masa kekuasaan
Bani Abbasiyah, khususnya pada waktu khalifah al-Ma’mun (berkuasa sejak 813-833
M). Penerjemahan buku-buku non-Arab ke dalam bahasaArab terjadi secara
besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir abad keempat hijriyah.[1] Perpustakaan besar Bait
al-hikmah didirikan oleh khalifah al-Ma’mun di Baghdad yang kemudian menjadi
pusat penerjemahan dan intelektual.[2] Sebuah perpustakaan yang
sangat bagus sekali yang tidak didapatkan contohnya di dalam kebudayaan Eropa
Barat.[3] Para penerjemah yang pada
umumnya adalah kamu Nasrani dan Yahudi bahkan penyembah bintang digaji dengan
harga yang sangat tinggi.
Kebankitan
intelektual dan kebangkitan kultural Islam ditandai terlebih dahulu dengan
kerja besar yang serius, yaitu dengan menerjemahkan buku-buku klasik. Buku-buku
yang ditejemahkan terdiri dari berbagai bahasa, mulai dari bahasa Yunani,
Suryani, Persia, Ibrani, India, Qibti, Nibti dan Latin.[4] Sangat menarik untuk
dikaji bahwa dalam menerjemhakan itu para penerjemah memasukan buah pikirannya
dan unsur-unsur baru yang disesuaikan dengan nafas ke Islaman sehingga
terjelmalah kebudayaan baru yang berbentuk dan bercorak khas kebudayaan Islam.
Melalui
Lembaga penerjemahan Bait al-Hikmah yang mencapai puncak kegiatannya dibawah
patronase khalifah al-Ma’mun sangat mengagumkan.[5] Ilmu-ilmu yang
tercakup dalam gerakan penerjemahan ini adalah kedokteran, matematika, fisika,
mekanika, botanika, optika, astronomi, dan filsafat serta logika. Di antara
buku-buku yang diterjemahkan tersebut adalah karangan-karangan dari Galinus, Hipokritus,
Ptolomeus, Euclidus, Plato, Aristoteles, dan lain-lain. Buku-buku tersebut
kemudian dipelajari oleh ulama-ulama Islam. Meskipun karya-karya tersebut
umumnya diterjemahkan secara literal, tetapi tampaknya dalam pengkajian,
karya-karya yang mengandung komentar lebih disukai, karena lebih mudah
dipahami.[6]
Ilmuwan
dan ulama Islam zaman silam bukan hanya menguasai ilmu dan filsafat yang mereka
peroleh dari peradaban Yunani kuno, tapi mereka juga mengembangkan dan menambah
serta mengkritisi karya-karya tersebut ke dalam hasil penyelidikan dan
penelitian mereka sendiri dalam lapangan ilmu pengetahuan dan hasil pemikiran
mereka dalam bidang filsafat dan logika. Dengan demikian, lahirlah para ilmuwan
di samping ulama yang ahli agama juga ahli ilmu pengetahuan. Untuk pengembangan
ilmu-ilmu itu didirikan universitas-universitas yang terkemuka, di antaranya
adalah Universitas Cordoba di Spanyol, al-Azhar di Kairo, dan Universitas
an-Nidzamiyyah di Baghdad. Universitas Cordoba ikut menyertakan orang-orang
non-muslim dari negara-negara Eropa lainnya dalam penerjemahan itu.[7]
Ilmu
yang pertama menarik perhatian Khalifah dan ulama waktu itu adalah kedokteran.
‘Ali bin Rabbar al-Thabari, pengarang buku Firdaus al-Hikmah, adalah
dokter pertama yang terkenal dalam Islam, Abu Bakar Ar-Razi (865-925 M) yang
terkenal dengan nama Rhazes pernah menjadi pimpinan rumah sakit terkenal di
Baghdad. Kedua magnum opusnya dalam bidang kedokteran, kitab Athibb
al-Manshuri dan al-Hawi diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin. Ada juga filosof Islam yang juga dikenal dalam bidang kedokteran,
yaitu Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Al-Qanun fi at-Thibb-nya Ibn Sina
dan al-Kulliyyat fi at-Thibb-nya Ibn Rusyd juga diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan dipergunakan selama ratusan tahun sebagai ‘buku wajib’
di Eropa.[8]
Di
samping itu, juga muncul ilmuwan Islam dalam bidang astronomi dan aljabar,
sebut saja Alfaraganus (Abu Abbas Al-Farghani) dan Albattegnius (Muhammad bin
Jabir Al-Battani), dimana buku al-Farghani tentang Ringkasan Astronomi
diterjemahkan oleh Gerard of Cremona.[9] Ada juga Umar Khayyam,
yang menurut Hitti, kalender hasil karyanya lebih tepat dibanding kalender
Gregorius. Teori Heliosentris ternyata juga sudah lama dikemukakan oleh
Al-Biruni jauh sebelum Copernicus dan Galileo. Dalam matematika, nama Muhammad
Ibn Musa Al-Khawarizmi sangat masyhur.
Dalam
optika dikenal nama Abu Ali Hasan bin Al-Haytsam dengan magnum opusnya Al-Manazib yang
di dalamnya ia menentang Teori Euclid. Ia berpendapat bahwa bendalah yang
mengirim cahaya ke mata dan bukan sebaliknya. Dari proses pengiriman cahaya
itulah timbul gambaran benda dalam mata. Dalam bidang geografi ada Al-Mas’udi,
pengarang bukuMuruj al-Dzahab dan Ma’adin
al-Jawhar, konon ia juga pernah singgah di kepulauan Indonesia disaat
menjelajah dunia. Disamping Al-Mas’udi ada Ibnu Batutah dengan buku Rihlah Ibn
Batutah.
Dalam
ilmu pengetahuan alam, ulama-ulama Islam mewariskan berbagai macam buku dari
ilmu hewan, tumbuh-tumbuhan, hingga geologi. Bahkan, menurut Hitti, Al-Jahiz
dalam buku Kitab Al-Hayawan berbicara tentang Evolusi dan
Antropologi.
Dalam
lapangan falasafat, nama-nama seperti al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd
sangat terkenal. al-Farabi mengarang buku-buku dalam falsafah, logika, jiwa,
kenegaraan, etika dan interpretasi tentang falsafah Aristoteles. Sebagian
karya-karyanya itu diterjemhakan kedalam bahasa Latin dan masih dipakai di
Eropa di abad 17. Ibnu Sina juga banyak mengarang dan yang termashur
adalah al-Syifa’, enslikopedi fisika, metafisika dan matematika
yang terdiri dari 18 jilid. Bagi Eropa Ibnu Sina dengan tafsiran yang
dikarangnya tentang falsafat Aristoteles lebih mashur daripada al-Farabi.
Tetapi di antara semuanya, Ibnu Rusyd yang banyak berpengaruh di Eropa dalam
bidang falsafat, sehingga disana terdapat aliran Averroisme.[10] Dan masih berderet
nama-nama serta penemuan yang telah dihasilkan oleh sarjana Islam terdahulu.
Dengan
semangat penalaran yang kuat, sarjana-sarjana Islam menjadi manusia penyelidik
yang cerdik, menjadi penganalisa yang cerdas, mereka berhasil mengolah dan
mengembangkan ilmu pengetahuan itu dengan metode berpikit ijtihad, riset,
eksprimen sehingga terciptalah kebudayaan Islam yang mengagumkan.
Gelombang
kebudayaan pra-Islam tidaklah dapat dipisahkan dari perkembangan peradaban
Islam klasik yang banyak disebut oleh sejarahwan muslim sebagai masa-masa
kejayaan Islam atau golden age. Proses penerjemahan buku-buku
berbahasa Yunani, Persia dan India hanya salah satu pintu dialog antar
peradaban, sementara tanpa proses reproduksi, penerjemahan hanya menjadi
tumpukan karya yang sudah dialihbahasakan belaka. Karenanya, dukungan penguasa
saat itu dan dengan gairah keilmuan umat Islam yang luar biasa menjadikan
gelombang kebudayaan ini tidak sia-sia. Segala upaya, baik materil maupun
semangat juang yang telah ditorehkan dalam bentuk maha karya telah menjadi
pilar-pilar peradaban Islam yang sangat menentukan.
C.
SUMBANGAN
ISLAM DIEROPA
Jika
diteliti secara seksama, peranan, jasa dan sumbangan Islam pada bangsa Eropa
dapat dibagi menjadi dua segi.
Pertama, umat Islam
menyelamatkan warisan kebudayaan klasik Yunani yang terancam akan kehilangan
dan kemusnahannya sehingga penyelidikan-penyelidikan ilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh Aristoteles, Galenus, Ptolemious dan lainnya tidak hilang.[11] Tugas penyelamatan,
pengembangan dan penyelidikan yang dilakukan sarjana-sarjana Islam terhadap
kebudayaan klasik Yunani itu tidak lebih kecil dari tugas mencipta yang asli.
Sebab kalau ilmu pengetahuan yang asli itu hilang maka seperti yang dikatakan
Hitti sarjana Barat asal Libanon itu, dunia akan tinggal miskin seolah-olah
ilmu pengetahuan itu tidak pernah ada.[12]
Kedua, umat Islam berjasa
dalam mengolah dan mengembangkan kebudayaan klasik Yunani dengan penambahan
unsur-unsur baru; ia kemudian menjadi sumbangan besar bagi Eropa sehingga benua
ini memasuki babak baru dengan munculnya renaissance.[13] Penyelamatan inilah yang
kemudian menjadi dasar bagi perkembangan kegiatan ilmiah dalam peradaban Islam.
Tidak
dapat dipungkiri memang banyak sekali sumbangan dan jasa umat Islam bagi
kebangkitan dan kebangunan kebudayaan Barat, baik dilapangan Kedokteran,
filsafat, ilmu pasti, kimia astronomi, seni sastra dan sebagainya. Jasa dan
sumbangan Islam inilah yang menjadi dasar bagi munculnya masa renaissance., di
Eropa pada abad 16, sehingga Eropa terbangun dari kegelapan dan kelelapan
tidurnya. Karena begitu banyaknya sumbangan Islam kepada kebudayaan Eropa, maka
banyaklah istilah-istilah yang berasal dari kebudayaan Islam yang sekaligus
sebagai bukti nyata peninggalan dan jasa umat Islam kepada dunia Barat. Seperti
nama-nama binatang dalam bahasa Latin-Eropa berpangkal dari bahasa Arab
seperti acrab (aqrab - lipan), al-tair (al-ta’ir -rajawali), dheneb (dhanab-ekor).
D.
RENAISSANCE DI EROPA
Ketika
peradaban Islam mulai mundur, diikuti dengan cara pandang umatnya yang sempit,
dunia Barat (Eropa) mulai bangun dan beramai-ramai menerjemahkan karya-karya
ilmuwan Islam ke dalam bahasa Latin dan mengkajinya. Suatu hal yang ironis,
padahal penyebab kebangkitan dunia Barat itu berkat mengkaji kebudayaan muslim.
Dunia Barat yang menyadari keterbelakangan kebudayaanya datang belajar ke
Timur. Buku-buku yang ditulis dalam bahasa Arab (bahasa Al-quran) disalin
kedalam bahasa Latin (bahasa standar Injil) melalui masa penterjemahan.
Bersamaan
dengan itu, di Eropa berkembang pemikiran-pemikiran filosof Islam terutama Ibnu
Rusyd, yang menyatakan bahwa agama sama sekali tidak bertentangan dengan
filsafat, ajaran agama dan inti filsafat sejalan. Berkembanglah kemudian di
Eropa, Averroisme dalam sejarah pemikirannya, meskipun Barat salah dalam memahami
Ibn Rusyd. Pemikiran Ibn Rusyd membawa balancing antara agama dan filsafat. Di
Eropa, Averroisme membawa kepada double truth (kebenaran ganda). Kebenaran yang
dibawa oleh agama adalah benar, demikian juga kebenaran ilmiah dan filsafat).[14]
Tonggak
awal kebangkitan Eropa yang dinamakan dengan Renaissance, sedikit banyak lahir
atas pengaruh Averroisme (Ar-Rusydiyyah) dan atas pengaruh penerjemahan
karya-karya ilmiah ilmuwan Islam ke dalam bahasa Latin.[15] Pemindahan ilmu
pengetahuan yang berkembang dalam Islam ke Eropa pada abad 12 M dan seterusnya
paling tidak melalui beberapa jalur.
Pertama, jalur Andalus
dengan Universitas-Universitas handal yang dikunjungi oleh kaum terpelajar
Eropa. Sejarah telah mencatat bahwa pada abad 9 misalnya, khlaifah Abdurrahman III
(912-961 M) telah mendirikan dan menempatkan Universitas Cordoba. Di dalam
universitas Cordoba tersebut banyak mahasiswa dan sarjana Islam maupun
Eropa-Kristen untuk menggali dan menimba ilmu-ilmu Islam. Pada waktu itu
universitas Cordoba telah menyelenggrakan deferensiasi ilmu pengetahuan kedalam
fakultas-fakultas; hukum, kedokteran, ilmu ukur dan astronomi. Pada waktu itu
belum ada universitas di dunia Eropa-Kristen. Eropa baru mengenal dan
mendirikan universitas pada tahun 1000 (universiats Salerno). Menyusul setelah
itu dibangun universiats Bologna (1150), dan universitas Oxford (1168), yang
pada waktu itu banyak mencontoh kurikulum dan pola universiats Islam.[16]
Walaupun
Islam akhirnya terusir dari Andalusia dengan cara yang sangat kejam, tetapi
telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah;
kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renessaince) pada abad
ke-14 M yang bermuladi Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, gerakan
rasionalisme abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18
M.[17]
Kedua, Sisilia, yang
pernah dikuasai umat Islam dari tahun 831 hingga 1091. Di pulau ini ilmu
pengetahuan serta penemuan ilmiah para ilmuwan Islam meningkat dengan pesat.[18] Bahkan setelah jatuhnya
Sisilia ditangan kaum Norman yang dipimpin oleh Roger, pengaruh peradaban Islam
masih sangat terasa disana. Mereka dikelilingi oleh para filosof dan ilmuwan
muslim. Kepada mereka diperkenankan menjalankan ibadah agamanya dengan leluasa.
Lebih dari seabad sesudah masa ini, masih tetap merupakan satu kerajaan Kristen
yang unik dimana beberapa jabatan tinggi dipegang oleh orang Islam.[19]
Dari
Sisilia, ilmu pengetahuan Islam meluas kedataran Italia, apalagi semenjak
didirikannya universitas Napels pada tahun 1224 M. dianatara siswa universiats
Napels ini adalah Thomas Aquinas, pemimpin Keristen Katolik. Di sini Federick
II menghimpun naskah-naskah Arab. Buku-buku Aristoteles dan Averoes
diterjemahkan dan dipergunakan sebagai buku pelajaran. Terjemahan tersebut juga
di kirim ke universitas-universitas Paris dan Bologna.[20]
Pengaruh
pemikiran rasional ilmu pengetahuan dalam perkembangan Barat diakui oleh
ilmuwan Barat sendiri seperti Gustav Le Bon, Henry Trece, Anthony Nutting, C.
Rsiler, Alferd Guillame, Rom Landau, dan yang lainnya. Di samping pengakuan
penulis-penulis Barat yang objektif terhadap pengaruh peradaban Islam terhadap
lahirnya Renaissance dan peradaban Barat modern, beberapa penulis Barat juga
mengakui pengaruh pemakaian akal dalam Islam terhadap kebebasan berpikir di
Eropa dari belenggu agama kristen.
Nama-nama
yang cukup terkenal dalam karya penterjemahan ini antara lain:
- Gerard dari Cremona (Italia, w.
1187), ketua dewan penterjemah di Toledo. Ia menerjemahkan 87 buku tentang
filsafat, kedokteran, matematika dan ilmu Falak. Dianatara terjemhannua
itu adalah al-Qanun fi Tibb (Canon) tulisan Ibn Sina yang
telah menjadi buku pegangan pokok mahasiswa kedokteran Barat selama
berabad-abad.
- Adelard dari Bath
menterjemahkan buku-buku Musa al-Khawarizmi dalam bidang matematika dan
astronomi.
- Robert dari Chester (abad 12)
yang belajar di Andalusia selama 12 tahun, menerjemahkanal-Jabar wal
muqabalah. Robert de Chester ini bersama-sma Hermanus Dalmata
pada tahun 1141 menerjemahkan Al-quran ke dalam bahasa Latin.
- Michael Scott (w. 1235) yang
juga belajar di Toledo, menterjemhkan komentar-komentar Ibn Rusyd terhadap
Aristoteles.[21]
Dengan
diterjemahkannya buku-buku itu termasuk Al-quran, yang telah menyebabkan
lahirnya era renaisansi di dunia Barat. Isi era resaisansi ini adalah terjadinya
revolusi-revolusi. Revolusi pertama di bidang ketatanegaraan. Lahirlah
negara-negara yang membebaskan diri dari kristendom. Kedua, negara revolusi
ilmu pengetahuan seperti yang telah disebutkan dimuka. Ketiga revolusi agama
dengan lahirnya gerakan-gerakan pemurni dan gerakan-gerakan protes terhadap
kehidupan geraja, khususnya kekuasaan Paus. Gerakan pemurnian ialah sekte
Jezuit sedang gerakan protes dapat dikemukakan nama-nama Ximanse de Cisneros
(Spanyol, wafat 1517); Girolamo Savanarola (Italy, wafat 1496); Martin Luther
(Jerman, wafat 1546); Ulrich Zwingli (Swiss, wafat 1531); John Calvin (Prancis,
wafat 1564) dan di Inggris lahir gereja Anglica yang pemimpin pertamanya adalah
ratu Elizabeth I. Berangkat dari revolusi ilmu pengetahuan pula maka abad 11/17
lahir revolusi yang dimulai di Inggris yang berakibat lahirnya revolusi social
abad 12/18.
Sebagaimana
pernah terjadi di dunia Muslim dengan kelahiran Mu’tazilah yang mngedepankan
ratio, pada abad 2 H/8 M didunia Barat lahir gerakan Aufklarung/Englightenment
pada abad 11H/17M. Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Aufklarungpun
menolak trinitas sebagai sifat Tuhan. Isac Newton (wafat 1721) dalam
bukunya Two Notable Coruptions of Scripture dan Observation
of the Prophesiss of Daniel and the Apocalypse of St. John, menolak
doktrn trinitas karena tidak sesuai dengan akal.
E.
Penutup
Bila
peradaban Islam klasik banyak ditopang oleh kebudayaan sebelumnya, hal yang
sama juga dialami oleh bangsa Barat pada beberapa abad. Semangat kelahiran
kembali (renaissans) yang dikobarkan oleh masyarakat Eropa Barat tidak
bisa dilepaskan dari peran ilmuwan muslim yang telah menularkan semangat
pengetahuan pada masayarakat Eropa saat itu. Khusus dalam bidang filsafat,
Jamil Shaliba pernah memberikan catatannya atas pengaruh pemikir Islam di dunia
Barat (Eropa). Menurutnya pengaruh peradaban Islam klasik bagi peradaban Barat
Modern masih lebih besar dibandingkan dengan pengaruh peradaban Yunani bagi
peradaban Islam klasik. Pada saat ini, setelah terjadi kebangkitan di dunia
Islam, umat kembali harus banyak belajar dari para pemikir Barat yang sudah
jauh meninggalkan dunia Islam.
[3] Frederick
Meyer, A History of Ancient and Medieval Philosophy (American
Book Company, 1950) hal. 391.
[5] R. Walzer, Greek Into Arabic: Essays on Islamic
Philosophy ( Cambridge: Harvard University Press, 1962).
[6] Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Islam,
terj. Emily dan Jenny Marmorstein (London: Routledge, 1975), hal. 10
[7] Seperti Hunain ibn Ishaq al-Abadi yang merupakan seorang Kristen
Nestorian (194-260 H/ 810-873 M)
[11] Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan
Islam: Studi Kritis dabn Refleksi Historis(Yogyakarta: Titian Ilahi Press,
1996) hal. 154
[12] Philip K. Hitti, The Arabs: A Short History (Chicago:
Gaterway Edition, 1985) hal. 116
[14] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta:
Rajawali Press, 1993) hal 109
[15] Muhammad Iqbal, Averroisme: Pemberontakan Kaum
Liberal Barat Terhadap Agama, dalam Hasan Asari, (ed)., Studi Islam
dari Pemikiran Yunani ke Pengalaman Indonesia Kontemporer (Bandung:
Citapustaka Media, 2006), hal. 22-41. Lihat juga K. Bertens, Ringkasan
Sejarah Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1986) hal. 32.
[16] Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Westren
Education A.D. 800-1350 With an Introduction to Medieval Muslim Education (Boulder:
University of Colorado Press, 1964), hal. 189.
[18] William Montgomery Watt, The Influence of Islam on
Medieval Europe (Endinburgh: Endinburgh University Press, 1972), hal.
60.
[19] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam(Jakarta: Kencana, 2003) hal. 236
[21] Nouruzzaman
Shiddiq,Tamaddun Muslim: Bunga Rampai Kebudayaan Muslim(Jakarta: Bulan
Bintang, 1986) hal. 15
0 comments:
Post a Comment