TAK ada impian yang mustahil
diwujudkan di dunia ini. Muammar Ridwan (18) salah satu contohnya. Semangat dan
kerja keras telah membawanya menjadi sosok yang unik, sebagai lelaki dengan
menguasai 18 bahasa asing. Muammar berhasil mewujudkan mimpinya menguasai
bahasa dari berbagai negara hanya dalam tempo sekitar satu tahun saat masih
duduk di bangku Madrasah Aliah Swasta (MAS) MAS Ruhul Islam Anak Bangsa, Aceh
Besar.
Saat ditemui Serambi kemarin,
Muammar menjadi “tamu” istimewa di antara siswa MTsN Nurul Falah Meulaboh, Aceh
Barat, yang tengah menghelat acara perpisahan. “Sudah dua minggu saya tinggal
di sini menjadi pembina sekaligus mengabdi. Sekarang sedang mengajar latihan
nasyid dan latihan vocab (kosa kata) bahasa Inggris dan Arab untuk siswa,”
ujarnya.
Muammar layak mendapat apresiasi
dari undangan dan dewan guru yang hadir. Bahkan ia digadang-gadangkan menjadi
sosok inspiratif bagi siswa MTsN Nurul Falah yang merupakan almamaternya. Bakat
yang dimiliki anak ketiga dari lima bersaudara ini tergolong langka. Saat ini
tidak kurang ia telah menguasai 18 bahasa dari berbagai negara di dunia. Mulai
Bahasa Arab, Inggris, Jepang, Mandarin, Korea, Jerman, Belanda, Swedia,
Denmark, Finlandia, Perancis, dan Italia. Ia juga mampu menguasai bahasa
Spanyol, Portugal, Turki, Bulgaria, Rusia, dan Thailand.
Lahir dalam keluarga kurang mampu
dari pasangan Hasrul dan Rusmianin, warga Desa Alue Bili, Kecamatan Suka
Makmur, Kabupaten Nagan Raya. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa.
Sedangkan ayah bekerja sebagai penjual bahan bangunan yang sudah tidak aktif
lagi. Namun, keterbatasan itu tidak membuatnya putus asa. Justru Muammar yang
lahir pada 25 April 1997, berusaha tegar mewujudkan mimpinya.
Di samping mampu menguasai 18
bahasa asing, ia juga memiliki sejumlah prestasi lainnya. Di antaranya sebagai
pelatih nasyid dan tutor bahasa Inggris dan Arab, di bekas almamaternya, MTsN
Nurul Falah. Pada 2013, ia juga didapuk sebagai duta Aceh Barat pada MTQ
Tingkat Provinsi di Subulussalam untuk cabang Fahmil Quran. “Tapi waktu itu
saya gagal,” katanya. Perjalanan Muammar menguasai 18 bahasa asing penuh liku
dan tantangan. Semua cerita berawal dari sebuah kegagalan yang membawanya pada
satu pencapaian gemilang.
Cerita dimulai pada 2013 silam.
Saat itu Muammar tengah mengikuti seleksi ajang pertukaran pelajar Bina
Antarbudaya Jakarta 2015. Jika lolos, Muammar akan terbang ke Amerika Serikat
bergabung dengan pelajar dari negara lain. Pada saat bersamaan, di Aceh juga
berlangsung MTQ Tingkat Provinsi di Subulussalam. Sedangkan Muammar merupakan
salah satu duta Kabupaten Aceh Barat. Muammar mengambil keputusan membatalkan
niatnya ke Jakarta dan memilih jadi duta MTQ Aceh Barat, tapi ia akhirnya gagal
meraih juara di cabang Fahmil Quran.
Dua kegagalan itu menjadi mimpi
buruk yang terus menghantuinya. “Saya menangis, frustrasi, dan hampir-hampir
bunuh diri. Saya juga jarang makan setelah kejadian itu,” ujarnya.
Bak kata pepatah di balik setiap
kegagalan ada hikmahnya. Ini pula yang dialami Muammar. Setelah kegagalan itu
ia berusaha bangkit. Sejak itulah terbesit niat Muammar untuk belajar bahasa. “Kalau
hanya bisa bahasa Inggris dan Arab, sudah biasa. Tapi bagaimana kalau saya juga
bisa bahasa Jerman, mungkin itu sesuatu yang lebih berbeda,” ujarnya.
Akhirnya ia mengambil keputusan
membeli sebuah Kamus Bahasa Jerman dari uang tabungannya. Setelah bahasa Jerman
dikuasainya, Muammar juga semakin penasaran untuk mempelajari 17 bahasa lain.
Ternyata ia mampu melakukannya. Satu per satu bahasa tersebut ia kuasai secara
otodidak.
Muammar memulainya dengan
menghafal 100 kata per hari dan membuatnya dalam kalimat menurut tata
bahasanya. Teknologi internet membantunya menambah pengetahuan tata bahasa dan
cara pengucapan (pronunciation).
Dalam tempo sekitar satu tahun
Muammar telah menguasai tidak kurang dari 18 bahasa dunia. “Ala bisa bukan
karena biasa. Tapi bisa karena terpaksa,” ujarnya berseloroh.
Bakatnya yang unik tersebut,
membuat Muammar kerap mendampingi warga asing dari berbagai negara yang datang
ke Aceh, mulai Italia, Jerman, Prancis, Kanada, Jepang, dan lainnya. Kini
Muammar memendam hasrat ingin meneruskan pendidikan.
Ia telah mengajukan lamaran ke
beberapa universitas terkemuka di dunia. Antara lain Universitas Saint
Petersburg, Kazan Federal University, dan Vladivostok State University.
Ketiganya berada di Rusia. Ia juga berniat melanjutkan studi ke Jerman, Qatar,
dan Finlandia.
“Kalau memang dapat beasiswa
nantinya baik dari Pemerintah Aceh dan Pemkab Nagan Raya tentunya saya
bersyukur. Kalau selama ini semua biaya pendidikan dari orang tua yang
hari-hari bekerja sebagai buruh,” katanya. Bukannya ingin belajar di luar
negeri. Muammar juga menyimpan hasrat besar mewujudkan mimpinya. Sejumlah daftar
cita-cita telah terpatri di hatinya. “Saya ingin menjadi menteri luar negeri,
duta besar, dan mendirikan institut nuklir di Aceh,” kata Muammar. Semoga! (rizwan)
Sumber: http://aceh.tribunnews.com/2015/05/13/muammar-ridwan-fasih-18-bahasa.
0 comments:
Post a Comment