Pages

Monday, 27 April 2015

SEJARAH BERDIRINYA PERSATUAN TARBIYAH ISLAM (PERTI)

Sejarah Singkat Berdirinya PERTI
Minangkabau merupakan wilayah yang terkenal kuat keterkaitannya pada adat, disamping itu, Minangkabau adalah salah satu daerah yang mengalami proses Islamisasi sangat dalam. Akan tetapi Sulit dipastikan kapan sebenarnya Islam masuk ke daerah ini. Ada yang mengatakan abad ke-8, abad ke-12 dan bahkan ada juga yang memperkirakan abad ke-7 karena menurut almanak tiongkok, sudah didapati suatu kelompok masyarakat Arab di Sumatera Barat pada tahun 674 M. [1] Terlepas dari berbagai versi yang ada, Hamka mengatakan bahwa raja Islam pertama di Minangkabau (pagaruyung) adalah Raja Alam Arif sekitar tahun 1600 M. Oleh karena pusat kerajaan ini jauh dari daratan, diperkirakan bahwa dengan masuknya raja tersebut, berarti Islam telah menyebar di wilayah Minangkabau sekitar tahun 1600 M tersebut. [2]
Sejak Islam masuk ke Minangkabau, telah terjadi beberapa kali pembaharuan. Pada awal abad ke-20 muncul gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau yang dipelopori oleh kaum muda. Gerakan itu bertujuan untuk mengubah tradisi, terutama gerakan tarekat. Kaum muda melakukan perubahan melalui pendidikan, dakwah, media cetak dan perdebatan. Mereka mendirikan lembaga-lembaga pendidikan seperti Sumatera Thawalib yang lebih mengutamakan ilmu-ilmu untuk menggali dan memahami Islam dari sumbernya.
Menyadari gencarnya kegiatan kaum muda, kaum tua pun mulai bergerak, mereka melakukan reaksi yang sama, yaitu dengan menerbitkan majalah. Diantara majalah yang mereka terbitkan termasuk Suluh Melaju di Padang (1013), al-Mizan di Maninjau (1918) yang diterbitkan oleh organisasi local Sjarikat al-Ihsan, Al-Mizan, (lain pula) 1928 dan Suarti (Suara Perti) dalam tahun 1940 yang berkenaan dengan soal-soal organisasi.[3] Dalam bidang pendidikan, kaum tua mengaktifkan lembaga surau. Kaum tua juga membentuk suatu perkumpulan yang bernama Ittihadul sebagai tandingan kaum muda yang dikenal dengan PGAI. [4]
Diilhami oleh perkembangan tersebut, timbullah niat Syekh Sulaiman Ar-Rasuly untuk menyatukan ulama-ulama kaum tua dalam sebuah wadah. Untuk itu, Syekh Sulaiman Ar-Rasuly, memprakarsai suatu pertemuan besar di Candung Bukittinggi pada tanggal 5 Mei 1928.[5] Pertemuan itu dihadiri oleh sejumlah kaum tua, diantaranya Syekh Abbas al-Qadhi, Syekh Muhammad Djamil Djaho, Syekh Wahid ash-Shahily dan ulama kaum tua lainnya. Dalam pertemuan itu disepakati untuk mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang disingkat dengan MTI.
Pada tahun 1930, mengingat pertumbuhan dan perkembangan madrasah-madrasah Tarbiayah Islamiyah, timbullah keinginan Syekh Sulaiman Ar-Rasuly untuk menyatukan ulama-ulama kaum tua, terutama para pengelola madrasah dalam suatu wadah organisasi. Untuk itu, ia mengumpulkan kembali ulama-ulama kaum tua di Candung Bukittinggi pada tanggal 20 Mei 1930.[6] Pertemuan ini memutuskan untuk membentuk organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang disingkat dengan PTI. Ketika terbentuknya organisasi ini ada 7 Madrasah Tarbiyah Islamiyah kepunyaan kaum Tua yang tergabung di dalamnya. Pada tahun 1930 PTI mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah sebagai badan hukum, yang oleh karena itu tahun 1930 disebut juga sebagai tahun pertama bagi PTI. Jumlah ulama yang menggabungkan diri dengan PTI cukup banyak.[7]
Pada tahun 1935 diadakan rapat lengkap di Candung Bukittinggi yang menunjuk H. Siradjudin Abbas sebagai ketua Pengurus Besar PTI. Pada masa kepengurusan ini, berhasil disusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan disahkan oleh konfrensi tanggal 11-16  Februari 1938 di Bukittinggi, dan disepakati juga singkatan Persatuan Tarbiyah Islamiyah berubah menjadi PERTI. Ketika itu dirumuskan pula tujuan organisasi ini, yaitu:
1.    Berusaha memajukan pendidikan agama dan yang bersangkutan dengan itu.
2.    Menyiarkan dan mempertahankan agama Islam dari segala serangan.
3.    Memperhatikan kepentingan ulama-ulama, guru-guru sekolah agama seluruhnya, terutama sekolah-sekolah Tarbiyah Islamiyah.
4.    Memperkukuh silaturahmi sesama anggota.
5.    Memperkukuh dan mempekuat ‘adat nan kawi, syara’  nan lazim” dalam setiap negeri.[8]

    ............"INGIN LEBIH LENGKAP HUBUNGI SAYA VIA FB nasroel jeunieb"...................




[1] Taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat, Lintas Historis Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus. 1987), h. 111-112

[2] Hamka, Ayahku Riwayat Hidup Dr. H. Abd Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama, (Jakarta: Widjaya. 1950), h. 5.
[3] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES. 1980), h. 241.
[4] Deliar Noer, Gerakan Modern…, h. 241.
[5] Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam 4, (Jakarta Ikhtiar Baru Van Hoove, 1994),  h. 97.
[6] Nelmawarni, dkk, “Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)”, dalam Sosiohumanika 16B (1), (Padang: IAIN-IB Press. 2003), h. 52.
[7] Karel A. Steenbrik, Pesantren, Madarasah, Sekolah, (Jakarta: LP3ES. 1974), h. 64.
[8] Nelmawarni, Persatuan Tarbiyah..., h. 53.

No comments:

Post a Comment