Sudah 69 tahun negara ini “Dihadiahi Kemerdekaan” oleh penjajah,
seharusnya rakyat tak perlu menderita, kecanggihan alat teknologi sudah sanggup
mengimbangi dunia. Namun apa hendak dikata, jangankan yang lain, Lembaga
Pendidikan saja yang menghabiskan Triliunan Dana, ternyata hanya menjadi
“lambang ilmu Pengetahuan” yang menjadi prioritas adalah kuantitas bukan
kualitas, akibatnya lulusan dari lembaga Pendidikan, yang bernilai bukanlah ilmu, tapi hanya selembar kertas yang dilambangkan
dengan Titel. Prediket Cumloud hanya bisa dibanggakan dalam dunia teori
“Kampus”, tapi tidak laku didunia nyata “Lapangan Kerja”.
Padahal Pendidikan yang seharusnya menjadi penunjang perubahan,
menghasilkan manusia terdidik dengan segudang ilmu pengetahuan sesuai dengan
jalur yang ditempuhnya, namun semua itu hanya menjadi impian belaka. Akhirnya,
generasi muda yang seharusnya diproduk untuk memimpin dunia dengan segudang
ilmu pengetahuan yang diperoleh lewat lembaga Pendidikan, justru diolah menjadi
pabrik penghasil uang untuk para penguasa.
Maka wajar jika Negara ini selalu menjadi budak negara luar,
para Pejabat yang dicetak melalui sistem pendidikan model negara gagal ini baik itu sekolah maupun kampus, justru menjadi pelacur
kekayaan. UUD baru disahkan apabila ada keuntangan. Sekolah favorit rakyat
dengan patokan biaya mahal bukan bertujuan untuk mendidik, tapi hanya untuk
memanggil anak para penguasa dan banyak harta, yang miskin jangan banyak
bicara. Kecerdasan diukur dengan materi bukan dengan hasil studi. Kegagalan
pendidikan produk Negara ini turut dirasakan oleh semua semua pihak, tapi akibat
kerakusan, semua terlupakan.
Terkadang ketika saya melihat fenomena ini, maka saya sependapat
dengan orang-orang yang mengatakan “JIKA INGIN KAYA JANGAN SEKOLAH, TAPI JADILAH PENGUSAHA”.
No comments:
Post a Comment