# Selamat Datang di Blog Baitul Hikmah Al-Aziziyah Gampong Tufah Kecamatan Jeunieb Kabupaten Bireuen. Sharing Informasi Terkini dan Berita-Berita Unik lainnya. #
Home » » POSISI ULAMA JAWA DAN SERTIFIAKSI SOSIAL MASYARAKATNYA

POSISI ULAMA JAWA DAN SERTIFIAKSI SOSIAL MASYARAKATNYA

Written By Blog on Tuesday 17 March 2015 | 07:04


                                                                                                                                      
A.      Pengertian Ulama
Dalam bahasa Arab kata Ulama’ merupakan bentuk jamak dari ’Aalim atau ’Aliim. Oleh karena itu Ulama biasanya diterjemahkan: ”Orang-orang yang amat luas ilmunya”. Di dalam Al Qur’an disebutkan:
إنمايخشى الله من عبده العلمؤ (فاطر : ۲۸).
Artinya : ”Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah Ulama”. (QS. Al-Fathir : 28).

Para mufassir Islam mengatakan:
1.        Imam ibnu Katsir dalam tafsirnya memberikan makna ayat tersebut dengan;[1]
العالم من خشي الرحمن ورغب فيما رغب الله فيه وزهد فيما سخط الله
Artinya : ”Orang alim adalah orang yang merasatakut (khasyyah) kepada Allah, senang terhadap hal-hal yang disenangi Allah serta menghindarkan diri dari segala hal yang mendatangkan murka Allah”.
2.    Imam as Suyuti[2]
العالم من خشي الله
Artinya : ”Orang alim adalah orang yang merasa takut (khasyyah)kepada Allah

Dari dua pandangan mufassir tersebut menekankan pengertian ulama yang dimaksud dalam ayat firman Allah lebih orang yang memiliki ilmu dan dengan ilmu tersebut ia merasa khauf atau khassyah (takut) terhadap Allah Swt dan senang terhadap apa yang disenangi Allah Swt. Dengan kata lain, ciri-ciri seorang ulama dia adalah orang yang berilmu dan mengamalkannya atau disebut dengan taqwa. Taqwa itu sediri hanya muncul dari buah ilmunya yang luas, bukan dari spealisasi jenis ilmu yang ia miliki.
Lebih jauh Imam as Suyuti mengatakan:
العالم بالله وبأمر الله الﺬي يخشى الله ويعلم الحدود والفرئض
Artinya: ”Orang yang alim kepada Allah dan urusan Allah adalah orang yang takwa kepada Allah dan mengetahui batas-batas serta hal yang difardlukan

Dalam kenyataannya memang ada rasa khasyyah dan takwa yang tumbuh bukan atas dasar ilmu yang luas. Akan tetapi, takwa seperti ini bukanlah ketakwaan Ulama’. Imam Ghazali mengatakan:[3]
وعالم بالله لابأمرالله ولابأيام الله وهم عموم المؤمنين
Artinya : ”Orang yang alim tentang Allah tetapi tidak alim dengan perentah Allah (tidak mengamalkan ilmunya), juga tidak alim tentang hari-hari Allah (tidak melaksanakan kewajiban), mereka adalah orang mukmin pada umumnya

B.       Posisi Ulama Dalam Masyarakat Jawa
Sebagian besar masyarakat di daerah Jawa dan Madura menganggap kiai merupakan sosok yang sangat berpengaruh, kharismatik, berwibawa dan peduli dengan derita umatnya. Selain itu, sebagian besar kiai di daerah Jawa dan Madura adalah pendiri dari pondok pesantren yang berada ditengah-tengah masyarakat. Maka tak heran sosok kiai di masyarakat sangat dihormati, dikagumi dan dicintai oleh masyarakatnya.
Hal ini terjadi karena tidak sedikit para kiai selalu peduli, bermasyarakat dan memperhatikan umat atau rakyat kecil. Dan banyak juga kiai dalam masyarakat sering dijadikan tempat curhat segala persoalan yang terjadi, mulai dari masalah minta nama anaknya, pertanian, ekonomi, sosial, politik, budaya, agama hingga persoalan jodoh atau nasib. Dapat dikatakan sosok kiai dalam strata sosial masyarakat termasuk berada pada strata sosial yang tinggi, hal ini terjadi tidak lepas dari peranannya yang sangat besar untuk memberdayakan masyarakat pada lingkungannya.
Sejak Islam mulai tersebar di pelosok Jawa, terutama sejak abad 13 dan 14 Masehi, para kiai sudah mendapatkan status sosial yang tinggi dalam kalangan masyarakat. Di bawah pemerintahan kolonial Belanda, sosok kiai mempunyai daya tawar tinggi. Walaupun sebagian besar  kiai itu tinggal di desa yang jauh dari pusat kekuasaan dan pemerintahan, namun mereka merupakan bagian dari kelompok elite masyarakat yang disegani sekaligus berpengaruh baik secara politik, ekonomi, maupun sosial  budaya. Tidak jarang suara kritis  dari kiai dianggap sebagai tindakan makar terhadap Belanda.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Endang Turmudi, yang ditulis dalam bukunya “Perselingkuhan Kiai dan Kekuasan” bisa disimpulkan bahwa penghormatan (ta’zim) masyarakat terhadap kiai bukan hanya sebatas pada diri kiai semata bahkan sampai kepada keturunannya walau keturunannya minim ilmu pengetahuan agama, hal tersebut sangat berbeda denga daerah lain.

C.      Stratifikasi Sosial
Sertifikasi sosial berasal dari kiasan yang menggambarkan keadaan kehidupan masyarakat. Menurut Pitirim A. Sorokin, sertifikasi sosial (social stratifikaction) adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas sosial lebih tinggi dan kelas sosial yang lebih rendah . Selanjutnya, Sorokin menjelaskan bahwa dasar dan inti lapisan sosial dalam masyarakat disebabkan tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban, dan tanggung jawab nilai sosial Siantar anggota masyarakat. Pitirim A. Sorokin mengatakan pula bahwa sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat teratur. Barang siapa memiliki sesuatu yang berharga dalam jumlah banyak maka akan dianggap memiliki kedudukan dilapisan atas. Bagi mereka yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sesuatu yang berharga maka akan dipandang memiliki kedudukan rendah.[4]
Dari penjelasan tersebut dapat kita analisis bahwa ada tiga aspek yang merupakan karakteristik stratifikasi sosial, yaitu perbedaan kemampuan, perbedaan gaya hidup, serta perbedaan hak dan akses dalam pemanfaatan sumber daya.
a.       Perbedaan kemampuan dan kesanggupan
Anggota masyarakat yang menduduki strata tinggi tentu memiliki kesanggupan dan kemampuan yang lebih besar dibandingkan anggota masyarakat di bawahnya.
b.      Perbedaan Gaya Hidup
Seorang direktur perusahaan dituntut selalu berpakaian rapi. Biasanya mereka juga melengkapi penampilan dengan aksesori-aksesori lain untuk menunjang kemantapan penampilan seperti memakai dasi, bersepatu mahal, memakai pakaian merek terkenal dan perlengkapan lain yang sesuai dengan statusnya.
c.       Perbedaan Hak dan Akses dalam Pemanfaatan Sumber Daya
Seseorang yang menduduki jabatan tinggi biasanya akan makin banyak hak dan fasilitas yang diperolehnya. Sementara itu seseorang yang tidak menduduki jabatan apapun tentu saja hak dan fasilitas yang mampu dinikmati akan makin kecil.
Lahirnya karakteristik seperti yang disebutkan dikarenakan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai, bisa berupa kepandaian, kekayaan, kekuasaan, profesi, keaslian keanggotaan masyarakat dan sebagainya. Selama manusia membeda-bedakan penghargaan terhadap sesuatu yang dimiliki tersebut, pasti akan menimbulkan lapisan-lapisan dalam masyarakat. Semakin banyak kepemilikan, kecakapan masyarakat atau individu terhadap sesuatu yang dihargai semakin tinggi kedudukan atau lapisannya. Sebaliknya bagi mereka yang hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali, maka mereka mempunyai kedudukan dan lapisan yang rendah.




[1] Jalaluddin Al-Mahalli, “Tafsir Jalalain”, (Semarang: Tuha Putra, 1459), Juz III, hal. 167.
[2]  Jalaluddin As-Sayuthi, “Tadribur Rawi”, (Dar al-Kutub: Bairut, 2009).
[3] Imam Al-Ghazali, “Ihya Ulumuddin”,  (Semarang: Tuha Putra), Juz 3, hal. 167,  tt.
[4] Bagja Waluya, “Sosiologi Menyalami Fenomena Sosial di Masyarakat”, (Bandung: Setia Puma Inves, 2007), Cet ke I, Hal. 16.
Facebook Komentar:

0 comments:

Post a Comment

Wisata Aceh

Popular Posts